Senin, 16 Januari 2017

Makalah Wakaf Benda Bergerak dan Wakaf Uang



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Salah satu lembaga yang dianjurkan oleh ajaran Islam untuk diperguanakan oleh seorang sebagai sarana penyaluran rezeki yang diberikan oleh Tuhan kepadanya adalah Wakaf. Ada tiga sumber penegetahuan yang harus di kaji untuk memahami lembaga itu yaitu :
1.      Ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist serta Ijtihad para Mujtahid.
2.      Peraturan perundang-undangan, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah belanda dahulu maupun yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, dan
3.      Wakaf yang tumbuhdalammasyarakat.
Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan lembaga wakaf menjadi sangat strategis. Disamping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial). Karena itu pendefinisian ulang terhadap wakaf agar memiliki makna yang lebih relevan dengan kondisi riil persoalan kesejahteraan menjadi sangat penting.
Wakaf merupakan salah satu ibadah kebendaan yang penting yang secara ekplisit tidak memiliki rujukan dalam kitab suci Al-Qur’an. Oleh karena itu, ulama telah melakukan identifkasi untuk mencari sandaran hukum.Berdasarkan pertimbangan tentang diperlukannya harta benda wakaf diatur secara rinci mengenai harta benda wakaf yang terdiri dari harta benda tidak bergerak dan harta benda bergerak.Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai wakafbenda bergerak.





B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana pandangan ulama tentang wakaf benda bergerak?
2.         Bagaimana wakaf uang?
3.         Bagaimana wakaf uang dalam tinjauan fikih islam?
4.         Bagaimana wakaf uang dalam perundang-undangan di Indonesia?

C.      Tujuan Pembahasan
1.         Untuk mengetahui dan memahamai pandangan ulama tentang wakaf benda bergerak.
2.         Untuk mengetahui dan memahamai wakaf uang.
3.         Untuk mengetahui dan memahamai wakaf uang dalam tinjauan fikih islam.
4.         Untuk mengetahui dan memahamai wakaf uang dalam perundang-undangan di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pandangan Ulama Tentang Wakaf Benda Bergerak
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan menyerahkan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Dalam pendefinisian wakaf tersebut ditegaskan bahwa yang diwakafkan berupa benda tetap dan bermanfaat dan tidak menyebutkan harus berupa benda bergerak atau tidak bergerak. Para ulama Islam berbeda pendapat tentang wakaf benda bergerak. Ada tiga pendapat besar, yaitu:
1.      Para Pengikut Mazhab Hanafiah (Ulama Hanafiyah)
Mazhab Hanafiyah Berpendapat bahwa pada dasarnya benda yang diwakafkan adalah benda tidak bergerak. Karena obyek wakaf itu harus  bersifat tetap 'ain (dzat/pokok) nya yang memungkinkan dapat dimanfaatkan terus menerus.
Abu Zahrah mengatakan dalam kitabnya al Mudlarat fi al Awqafbahwa menurut mazhab Hanafi banda bergerak dapat diwakafkan dalam beberapa kondisi:
a.       Hendaknya benda bergerak itu selalu menyertai banda tetap. Hal seperti ini ada dua hal: Pertama, hubungannya sangat erat dengan benda tetap, seperti bangunan dan pepohonan. Kedua. Sesuatu yang khusus disediakan untuk kepentingan benda tetap, misalnya alat untuk membajak tanah.
b.      Boleh mewakafkan benda bergerak berdasarkan astar (perilaku) sahabat yang membilehkan mewakafkan senjata, baju perang dan binatang yang digunakan untuk perang.
c.       Boleh mewakafkan benda bergerak yang mendatangkan pengetahunan dan merupakan sesuatu yang sudah biasa dilakukan berdasarkan 'urf (tradisi), seperti mewakafkan kitab-kitab dan mushhaf al-Qur'an.
Menurut mazhab Hanafi, untuk menggantikan benda wakaf yang dikhawatirkan tidak kekal adalah memungkinkan kekalnya manfaat, seperti mewakafkan tempat memanaskan air, sekop untuk bekerja dan lain sebagainya.
2.      Ulama Pengikut Mazhab Maliki
Mereka berpendapat boleh mewakafkan benda bergerak dengan syarat dapat dimanfaatkan untuk selamanya atatu dalam jangka waktu tertentu. Pendapat ini berdasarkan kepada tidak adanya persyaratan dalam mewakafkan benda tidak bergerak maupun bergerak. Jika dibolehkan mewakafkan benda untuk selamanya, berarti boleh mewakafkan benda sementara.
Wahbah Zuhaili dalam bukunya, Al Fiqh al Islami wa Adillatuha: 169, menyatakan bahwa mazhab Maliki membolehkan wakaf makanan, uang dan benda bergerak lainnya. Pendapat ini berdasarkan pada sabda Nabi SAW:
احبس اصلها وسبل ثمرتها (رواه النسائي وإبن ماجه)
"Tahanlah asal (pokok) nya, dan jalankanlah manfaatnya" (HR. Al Nasa'I dan Ibnu Majah).
Dan juga  hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas bahwa ia berkata: "suatu ketika Rasulullah SAW ingin menunaikan ibadah haji, ada seorang wanita berkata kepada suaminya:"Apakah engkau menghajikan aku bersama Rasulullah SAW?,suaminya menjawab: "tidak, aku tisak mengizinkanmu", si wanita itu berkata lagi: "apakah engkau membolehkan aku berjanji bersama seseorang mengedarai untamu? Ia berkata: "hal itu adalah wakaf di jalan Allah SWT. Maka datanglah RAsulullah menghampiri seraya bersabda: "jika engkau menghajikan dengan mengendarai untamu sesungguhnya itu adalah ibadah di jalan Allah SWT". (HR. Abu Dawut).  


3.      Mazhab Imam Syafi'I dan Mazhab Hambali.
Mazhab Syafi'i membolehkan wakaf berupa benda bergerak apapun dengan syarat barang yang diwakafkan haruslah benda yang kekal manfaatnya, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Sedangkan Mazhab Hambali menyatakan boleh mewakafkan harta, baik bergerak maupun tisak bergerak, seperti mewakafkan kendaraan, senjata untuk perang, hewan ternak dan kitab-kitab yang bermanfaat dan benda yang tidak bergerak, seperti rumah, tanaman, tanah dan benda tetap lainnya.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh para fuqaha' bahwa barang yang diwakafkan haruslah bersifat kekal atau paling tidak dapat beratahan lama. Pandangan seperti ini, merupakan konskuensi logis dari konsep bahwa wakaf adalah sedekah jariyah. Sebagai sedekah jariyah yang pahalanya terus menerus mengalir sudah barang tentu barang yang diwkafkan bersifat kekal atau bertahan lama. Namun demikian, mayoritas ahli ulamaIslam justru menekankan pada aspek manfaatnya, bukan sifat fisiknya.[1]

B.     Wakaf Uang
Wakaf uang (Cash wakaf / Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan sesesorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Termasuk kedalam pengertian uang tersebut adalah surat-surat berharga. Selain itu, dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia dikemukakan rumusan definisi wakaf sebagaiman pendapat rapat komisi fatwa majelis ulama indonesia pada tanggal 11 mei 2002, bahwa wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada.[2]
Seiring perjalanan waktu, wakaf uang pun medapat legitimasi hukum. Setidaknya, berikut ini dipaparkan sumber pijakan di bolehkannya wakaf uang. Sumber-sumber tersebut terdiri dari ayat al-Qur’an dan hadits.
1.         Al-Qur’an
a.       Ali Imran: 92
لَنْ تَنَا لُوْا الْبِرَّ حَتَّى تُنْففِقُوْا مِمَّاتُحِبُوْنَ وَمَا تُنْففِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيْمٌ
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yan sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
b.     Al-Baqarah: 261
مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَض أمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَتٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللهُ يُضَا عِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatganddakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Kedua ayat diatas termasuk ayat-ayat global yang mendorong umat islam untuk menyisihkan sebagian rezekinya untuk kepentingan umu. Ayat ini sering disitir untuk mendorong kaum muslimin berinfaq dan bersedekah. Wakaf termasuk bagian dari rangkaian sedekah yang justru sifatnya kekal. Dengan begitu, penggunaan kedua ayat sebagai dasar pijak hukum dibolehkannya wakaf uang menemui relevansinya. Sebagai tambahan, kedua ayat diatas termasuk landasan hukum bagi Majelis Ulama Indonesia untuk membolehkan wakaf uang.



2.         Hadits
a.         Hadits Riwayat Ahmad
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: إذَا مَاتَ ابْنُ أدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَمِنْ ثَلاثٍ، صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ.
Apabila anak Adam meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya.
b.           Hadits Riwayat al-Bukhari
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ عُمَرَبْنَ الخَطَّابِ أَصَابَ أَرْضًا بِخَيْبَرَ، فَأَتَى النَّبِى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيْهَا، فَقَلَ: ياَرَسُوْلَ اللهِ، إنِّى أصَبْتُ أرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْأٌصِبْ مَالا قَطٌّ أنْفَسُ عِنْدِى مِنْهُ، فَمَا تَأمُرُنِى بِهِ؟ قَلَ: إنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أصْلَهَا فَتَصَدَّقْ بِهَا.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a bahwa Umar bin al Khattab r.a meemperoleh tanah (kebun) di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi saw untuk meminta petunjuk mengenai anah itu. Ia berkata, “wahai Rasulullah, saya memperoleh tanah di Khaibar yang belum pernah saya peroleh harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah tersebut. Apa perintah Engkau kepadaku mengenainya?” Nabi saw menjawab, “jika mau, kamu tahan pokoknya da kamu sedekahkan hasilnya,”
Kedua hadits diatas merupakan dasar umum disyariatkannya wakaf dan juga dipakai oleh MUI dalam fatwa kebolehan wakaf uang. Hadits pertama mendorong manusia untuk menyisihkan sebagian rezekinya sebagai tabungan akhirat dalam bentuk sedekah jariyah. Uang merupakan sarana yang paling mudah untuk disedekahkan. Pada hadits kedua, wakaf uang menjadikan hadits ini sebagai pijakan hukum karena mengandung bahwa wakaf uang memiliki hakikat yang sama dengan wakaf tanah, yakni harta pokoknya tetap dan hasilnya dapat dikeluarkan. Dengan mekanisme wakaf uang yang telah ditentukan, pokok harta akan dijamin kelestariannya dan hasil usaha atas penggunaan uang tersebut dapat dipakai untuk mendanai kepentingan umat.[3]

C.      Wakaf Uang Dalam Tinjauan Fikih Islam
1.      Rukun Wakaf Uang
Pada dasarnya rukun wakaf uang adalah sama dengan rukun wakaf tanah, yaitu:
a.       Ada orang yang berwakaf (wakif)
b.      Ada harta yang diwakafkan (mauquf)
c.       Ada tempat kemana diwakafkan harta itu/tujuan wakaf (mauquf ‘alaih) atau peruntukan harta benda wakaf
d.      Ada akad/pernyataan wakaf (sighat) atau ikrar wakaf.
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 terdapat tambahan unsur atau rukun wakaf, yaitu:
a.         Ada orang yang menerima harta yang diwakafkan dari wakif sebagai pengelola wakaf.
b.        Ada jangka waktu wakaf (waktu tertentu).
2.      Selain rukun, wakaf uang juga harus memperhatikan beberapa hal sebagaimana dikemukakan oleh Achmad Tohirin dalam seminar wakaf Tunai yang diselenggarakan oleh pengurus harian Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia pada tanggal 13 September 2003 di Yogyakarta, yaitu:
a.         Metode penghimpunan dana (fund rising), yaitu bagaimana wakaf tunai itu dimobilisasikan. Dalam hal ini, sertifikat merupakan salah satu cara yang paling mudah yaitu dengan menerbitkan sertifikat dengan nilai nominal yang berbeda-beda untuk kelompok sasaran yang berbeda. Aspek inilah yang merupakan keunggulan wakaf uang dibandingkan wakaf harta tetap lainnya, karena besarannya dapat menyesuaikan kemampuan calon wakif.
b.         Pengelolaan dana yang berhasil dihimpun. Orientasi dalam mengelola dana tersebut adalah bagaimana pengelolaan tersebut mampu memberikan hasil yang semaksimal mungkin (income generating orientation). Implikasinya adalah bahwa dana-dana tersebut meski diinvestasikan pada usaha-usaha prodktif.
c.         Distribusi hasil yang dapat diciptakan kepada para penerima manfaat (beneficiaris). Dalam mendistribusikan hal ini perlu diperhatikan adalah tujuan/orientasi dari distribusi tersebut, yang dapat berupa penyantunan (charity), pemberdayaan (empowerment), investasi sumber daya insani (human investment) maupun investasi infrastruktur (infrastructure investment). Disamping itu, hasil yang diperoleh tersebut juga perlu sebagian proxy tertentu dialokasikan untuk menambah besaran nilai awal wakaf uang dengan pertimbangan pokok untuk mengantisipasi penurunan nilai wakaf uang dan meningkatkan kapasitas modal awal tersebut.[4]
3.      Manfaat Wakaf Uang
Dibandingkan dengan wakaf tanah dan benda lainnya, peruntukan wakaf uang jauh lebih fleksibilitas (keluwesan) dan memiliki kemaslahatan lebih besar yang tidak dimiliki oleh benda lainnya. Selain itu ada empat manfaat sekaligus keunggulan wakaf uang dibandingkan dengan wakaf benda tetap lainnya, yaitu:
a.         Wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi, seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih dahulu.
b.        Melalui wakaf uang, aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian.
c.         Dana wakaf uang juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan islam yang cash flow-nya terkadang kembang-kempis dan menggaji civitas akademik alakadarnya.
d.        Pada giliranya, umat islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkann dunia pendidikan tanpa harus terlallu tergantung pada anggaran pendidikan negara yang memang semakin lama terbatas.[5]
4.      Tata Cara dan Pengelolaan Wakaf Uang
Wakif (pihak yang mewakafkan harta bendanya) dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang (wakaf uang), yang dilakukan melalui Lembaga keuangan Syariah (LKS) yang ditunjuk oleh menteri yang bertnggung jawab dibidang agama sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU).
Wakaf uang yang dapat diwakafkan tersebut harus mata uang rupiah. Namun bila masih dalam mata uang asing, maka harus dikonversi dahulu kedalam rupiah. Wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk:
a.         Hadir di Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya. (Apabila wakif tidak dapat hadir, maka wakif dapat menujuk wakil atau kuasanya.)
b.        Menjelaskan kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan dalam rangka untuk menjmin benda wakaf berasal dari sumber halal, tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan. Misalnya menghindari praktik pencucian uang melalui wakaf.
c.         Menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU
d.        Mengisi formulir pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai Akta Ikrar Wakaf (AIW).
Wakaf uang ini dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak (ikrar wakaf) wakif yang dilakukan secara tertulis kepada nadzir (orang yang diseahi tugas memelihara dan mengurus wakaf) dihadapan Pejabat Pembuat Akta Wakaf (PPAIW) yang selanjutnya nazhir menyerahkan AIW tersebut kepada LKS-PWU. Apbila ikrar wakaf sudah dilaksanakan oleh wakif, kepadanya diberikan Sertifikat Wakaf Uang (SWU) yang diterbitkan dan disampaikanoleh LKS-PWU bersangkutan kepada wakif dan nadzir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf. Penempatan uang wakaf melalui LKS-PWU dimaksudkan sebagai titipan (wadi’ah). Nadzir dapat mengelolanya dengan memperhatikan kehendak wakif serta rekomendasi manager investasi (bila ada).
Adapun keterangan-keterangan yang wajib dimuat dalam sertifikat wakaf uang sekurang-kurangnya memuat mengenai:
a.         Nama LKS penerima wakaf uang
b.        Nama wakif
c.         Alamat wakif
d.        Jumlah wakaf uang, yaitu nilai nominal wakaf uang yang harus dicantumkan dalam sertifikat wakaf uang dan disesuaikan dengan jumlah minimum yang berlaku pada LKS-PWU bersangkutan
e.         Peruntukan wakaf
f.         Jangka waktu wakaf, yaitu untuk waktu terbatas (muaqqat) atau tidak terbatas (muabbad). Dalam hal wakif berkehendak melakukan perbuatan hukum wakaf uang untuk jangka waktu tertentu, maka pada saat jangka waktu tersebut berakhir, maka nadzir wajib mengembalikan jumlah pokok wakaf uang kepada wakif atau ahli waris/penerus haknya melalui LKS/PWU.
g.        Nama nadzir yang dipilih
h.        Alamat nadzir yang dipilih
i.          Tempat dan tanggal ppeneritan Sertifikat Wakaf Uang
Selanjutnya LKS-PWU bersangkutan atas nama nadzir mendaftarkan wakaf uang tersebut kepada menteri yang bertanggungjawab di bidang agama selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang. Pendaftaran wakaf uang dari LKS-PWU dimaksud ditembuskan kepada BWI untuk diadministrasikan.
Pada wakaf uang, dana wakaf yang diperoleh dari wakif akan dikelola oleh nadzir yang dalam ini bertindak sebagai manajemen investasi. Para wakif tersebut mensyaratkan kemana alokasi pendistribusian keuntungan investasi wakaf nantinya. Kemudian dana wakaf tersebut dikelola dan di investasikan sebagian pada instrumen keuangan syariah, sebagian lagi diinvestasikan langsung ke berbagai badan usaha yang bergerak sesuai syariah, dapat juga diinvestasikan untuk mendanai pendirian badan usaha baru. Portofolio investasi lainnya adalah menyalurkan dana melalui kredit mikro ke sektor-sektor yang mampu mengurangi pengangguran dan menciptakan calon-calon wirausaha baru.
Keuntungan dari investasi diatas siap didistribusikan kepada rakyat miskin melalui pengadaan dana kesehatan, pendidikan, rehabilitasi keluarga, bantuan untuk bencana alam, perbaikan infrastruktur dan sebagainya yang presentasenya sesuai dengan permintaan wakif. Adapun uang pokoknya akan diinvestasikan terus menerus sehingga umat memiliki dana yang slalu ada dan insyaallah bertambah terus seiring dengan bertambahnya jumlah wakif yang beramal.[6]

D.      Wakaf Uang Dalam PerUndang-Undangan di Indonesia
Wakaf uang bagi umat islam tergolong baru. Hal ini bisa di cermati dengan lahitnya fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang wakaf uang yang ditetapkan tanggal 11 Mei 2002. Undang-undang nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf sendiri juga baru disahkan oleh presiden pada tanggal 27 Oktober 2004. Undang-undang ini mrupakan tonggak sejarah baru bagi pengelolaan wakaf setelah sebelumnya wakaf diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dan Kompilasi Hukum Islam.
Secara terperinci, obyek wakaf yang menjadi induk dari wakaf uang dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dijelaskan bahwa harta benda wakaf hanya dapat di wakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh wakif secara sah (pasal 15). Harta benda wakaf terdiri atas benda tidak bergerak dan benda bergerak. Benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi: 1) Uang; 2)Logam Mulia; 3)Surat Berharga; 4)Kendaraan; 5)Hak atas Kekayaan Intelektual; 6)Hak Sewa; dan 7)Benda Bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 16).
Adapun benda bergerak berupa uang dijelaskan dalam pasal 22 dan 23 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf uang sebagai berikut:
1.         Wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.
2.         Dalam hal uang yang akan diwakafkan masih dalam mata uang asing, maka harus dikonversi terlebih dahulu kedalam rupiah.
3.         Wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk:
a.         Hadir di Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya.
b.        Menjelaskan kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan
c.         Menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU
d.        Mengisi formulir pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai Akta Ikrar Wakaf (AIW).
Kemudian, pasal 23 menjelaskan menjelaskan bahwa Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui LKS yang ditunjuk oleh Menteri Agama sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU). Hingga saat ini, ada 5 LKS-PWU yang diresmikan oleh Menteri Agama seiring dengan lahirnya Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 2009, yakni Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah, Bank DKI Syariah dan Bank Mega Syariah.
Secara teknis, wakaf uang telah diatur prosedur administrasinya. Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 2009 tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang telah ditandatangani pada tanggal 29 Juli 2009. Peraturan tersebut terdiri dari 15 pasal. Beberapa pasal penting yang terkait dengan pembahasan tulisan ini antara lain adalah pasal 1 sampai pasal 4.
Pasal 1 menjelaskan ketentuan umum. Dalam hal ini istilah penting yang perlu didefinisikan adalah wakaf uang, LKS-PWU, dan Sertifikat Wakaf Uang. Wakaf Uang adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian uang miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Lembaga Keangan Syariah – Penerima Uang Wakaf adalah badan hukum Indonesia yang bergerak dibidang keuangan syariah yang ditetapkan oleh Menteri Agama sebagai lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang. Adapun Sertifikat wakaf Uang adalah surat bukti yang diterbitkan LKS-PWU kepada wakif dan nazhir tentang penyerahan wakaf uang.
Pasal 2 dan 3 menjelaskan tentang Ikrar Wakaf. Ikrar Wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada nazhir dihadaan pejabat LKS-PWU atau notaris dengan disaksikan oleh dua orang saksi. Ikrar wakaf tersebut dilakukan setelah wakif menyetor wakaf uang kepada LKS-PWU. LKS-PWU wajib menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang setelah nazhir menyerahkan Akta Ikrar Wakaf (AIW).
Pasal 4 menerangkan tentang prosedur pendaftaran. LKS-PWU atas nama nazhir mendaftarkan wakaf uang kepada menteri melalui kantor Kementerian Agama kabupaten/kota selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya SWU dengan tembusan kepada BWI setempat. Apabila tidak terdapat kantor perwakilan BWI, tembusan disampaikan kepada BWI pusat.[7]


BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
1.         Pandangan Ulama Tentang Wakaf Benda Bergerak
Mazhab Hanafiyah Berpendapat bahwa pada dasarnya benda yang diwakafkan adalah benda tidak bergerak, Ulama Pengikut Mazhab Maliki
Mereka berpendapat boleh mewakafkan benda bergerak dengan syarat dapat dimanfaatkan untuk selamanya atatu dalam jangka waktu tertentu, Mazhab Syafi'i membolehkan wakaf berupa benda bergerak apapun dengan syarat barang yang diwakafkan haruslah benda yang kekal manfaatnya, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Sedangkan Mazhab Hambali menyatakan boleh mewakafkan harta.
2.         Wakaf Uang
Wakaf uang (Cash wakaf / Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan sesesorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
3.         Wakaf Uang Dalam Tinjauan Fikih Islam
Rukun Wakaf Uang:
a.       Ada orang yang berwakaf (wakif)
b.      Ada harta yang diwakafkan (mauquf)
c.       Ada tempat kemana diwakafkan harta itu/tujuan wakaf (mauquf ‘alaih) atau peruntukan harta benda wakaf
d.      Ada akad/pernyataan wakaf (sighat) atau ikrar wakaf.
4.         Wakaf Uang Dalam PerUndang-Undangan di Indonesia
Wakaf uang bagi umat islam tergolong baru. Hal ini bisa di cermati dengan lahitnya fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang wakaf uang yang ditetapkan tanggal 11 Mei 2002. Undang-undang nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf sendiri juga baru disahkan oleh presiden pada tanggal 27 Oktober 2004. Undang-undang ini mrupakan tonggak sejarah baru bagi pengelolaan wakaf setelah sebelumnya wakaf diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dan Kompilasi Hukum Islam.
DAFTAR PUSTAKA


Al-Kabisi, Muhammad Abid Abdillah. 2003. Hukum Wakaf, (Jakarta: Iman Press)

Hasan,Sudirman.2011.Wakaf Uang Perspektif Fikih, Hukum Positif, & Manajemen, (Malang: UIN-Maliki Press).

Usman, Rachmadi. 2009. Hukum Perwakafan Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika).








[1] Muhammad Abid Abdillah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, (Jakarta: Iman Press, 2003), hlm.271-271.
[2] Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.106.
[3] Sudirman Hasan, Wakaf Uang Perspektif Fikih, Hukum Positif, & Manajemen, (Malang: UIN-Maliki Press, 2011), hlm.25-27.
[4] Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan Di Indonesia, hlm. 113.
[5]Ibid, hlm. 114.
[6] Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan Di Indonesia, hlm.115-117.
[7] Sudirman Hasan, Wakaf Uang Perspektif Fikih, Hukum Positif, & Manajemen, hlm.31-34.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar