BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Salah satu lembaga yang dianjurkan
oleh ajaran Islam untuk diperguanakan oleh seorang sebagai sarana penyaluran
rezeki yang diberikan oleh Tuhan kepadanya adalah Wakaf. Ada tiga sumber
penegetahuan yang harus di kaji untuk memahami lembaga itu yaitu :
1.
Ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist serta
Ijtihad para Mujtahid.
2.
Peraturan perundang-undangan, baik yang dikeluarkan oleh
pemerintah belanda dahulu maupun yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia,
dan
3.
Wakaf yang tumbuhdalammasyarakat.
Di
tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan
ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan lembaga wakaf menjadi sangat strategis.
Disamping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual,
wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi
(dimensi sosial). Karena itu pendefinisian ulang terhadap wakaf agar memiliki
makna yang lebih relevan dengan kondisi riil persoalan kesejahteraan menjadi
sangat penting.
Wakaf
merupakan salah satu ibadah kebendaan yang penting yang secara ekplisit tidak
memiliki rujukan dalam kitab suci Al-Qur’an. Oleh karena itu, ulama telah
melakukan identifkasi untuk mencari sandaran hukum.Berdasarkan pertimbangan
tentang diperlukannya harta benda wakaf diatur secara rinci mengenai harta
benda wakaf yang terdiri dari harta benda tidak bergerak dan harta benda
bergerak.Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai wakafbenda bergerak.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana pandangan
ulama tentang wakaf benda bergerak?
2.
Bagaimana wakaf uang?
3.
Bagaimana wakaf uang
dalam tinjauan fikih islam?
4.
Bagaimana wakaf uang
dalam perundang-undangan di Indonesia?
C. Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk mengetahui dan
memahamai pandangan ulama tentang wakaf benda bergerak.
2.
Untuk mengetahui dan
memahamai wakaf uang.
3.
Untuk mengetahui dan
memahamai wakaf uang dalam tinjauan fikih islam.
4.
Untuk mengetahui dan
memahamai wakaf uang dalam perundang-undangan di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pandangan
Ulama Tentang Wakaf Benda Bergerak
Wakaf
adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari benda miliknya dan menyerahkan untuk selama-lamanya
guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
Dalam pendefinisian wakaf tersebut
ditegaskan bahwa yang diwakafkan berupa benda tetap dan bermanfaat dan tidak
menyebutkan harus berupa benda bergerak atau tidak bergerak. Para ulama Islam
berbeda pendapat tentang wakaf benda bergerak. Ada tiga pendapat besar, yaitu:
1. Para
Pengikut Mazhab Hanafiah (Ulama Hanafiyah)
Mazhab Hanafiyah Berpendapat bahwa
pada dasarnya benda yang diwakafkan adalah benda tidak bergerak. Karena obyek
wakaf itu harus bersifat tetap 'ain (dzat/pokok) nya yang
memungkinkan dapat dimanfaatkan terus menerus.
Abu Zahrah mengatakan dalam kitabnya al Mudlarat fi al
Awqafbahwa menurut mazhab Hanafi banda bergerak dapat diwakafkan dalam
beberapa kondisi:
a. Hendaknya benda bergerak itu selalu
menyertai banda tetap. Hal seperti ini ada dua hal: Pertama, hubungannya
sangat erat dengan benda tetap, seperti bangunan dan pepohonan. Kedua.
Sesuatu yang khusus disediakan untuk kepentingan benda tetap, misalnya alat
untuk membajak tanah.
b. Boleh mewakafkan benda bergerak
berdasarkan astar (perilaku) sahabat yang membilehkan mewakafkan
senjata, baju perang dan binatang yang digunakan untuk perang.
c. Boleh mewakafkan benda bergerak yang
mendatangkan pengetahunan dan merupakan sesuatu yang sudah biasa dilakukan
berdasarkan 'urf (tradisi), seperti mewakafkan kitab-kitab dan mushhaf
al-Qur'an.
Menurut mazhab Hanafi, untuk
menggantikan benda wakaf yang dikhawatirkan tidak kekal adalah memungkinkan
kekalnya manfaat, seperti mewakafkan tempat memanaskan air, sekop untuk bekerja
dan lain sebagainya.
2. Ulama
Pengikut Mazhab Maliki
Mereka berpendapat boleh mewakafkan
benda bergerak dengan syarat dapat dimanfaatkan untuk selamanya atatu dalam
jangka waktu tertentu. Pendapat ini berdasarkan kepada tidak adanya persyaratan
dalam mewakafkan benda tidak bergerak maupun bergerak. Jika dibolehkan
mewakafkan benda untuk selamanya, berarti boleh mewakafkan benda sementara.
Wahbah Zuhaili dalam bukunya, Al
Fiqh al Islami wa Adillatuha: 169, menyatakan bahwa mazhab Maliki
membolehkan wakaf makanan, uang dan benda bergerak lainnya. Pendapat ini
berdasarkan pada sabda Nabi SAW:
احبس اصلها وسبل ثمرتها (رواه النسائي وإبن ماجه)
"Tahanlah asal (pokok) nya, dan
jalankanlah manfaatnya"
(HR. Al Nasa'I dan Ibnu Majah).
Dan juga hadits yang
diriwayatkan Ibnu Abbas bahwa ia berkata: "suatu ketika Rasulullah SAW
ingin menunaikan ibadah haji, ada seorang wanita berkata kepada
suaminya:"Apakah engkau menghajikan aku bersama Rasulullah SAW?,suaminya
menjawab: "tidak, aku tisak mengizinkanmu", si wanita itu berkata
lagi: "apakah engkau membolehkan aku berjanji bersama seseorang mengedarai
untamu? Ia berkata: "hal itu adalah wakaf di jalan Allah SWT. Maka
datanglah RAsulullah menghampiri seraya bersabda: "jika engkau menghajikan
dengan mengendarai untamu sesungguhnya itu adalah ibadah di jalan Allah
SWT". (HR. Abu Dawut).
3. Mazhab
Imam Syafi'I dan Mazhab Hambali.
Mazhab Syafi'i membolehkan wakaf
berupa benda bergerak apapun dengan syarat barang yang diwakafkan haruslah
benda yang kekal manfaatnya, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak
bergerak. Sedangkan Mazhab Hambali menyatakan boleh mewakafkan harta, baik
bergerak maupun tisak bergerak, seperti mewakafkan kendaraan, senjata untuk
perang, hewan ternak dan kitab-kitab yang bermanfaat dan benda yang tidak
bergerak, seperti rumah, tanaman, tanah dan benda tetap lainnya.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh
para fuqaha' bahwa barang yang diwakafkan haruslah bersifat kekal atau paling
tidak dapat beratahan lama. Pandangan seperti ini, merupakan konskuensi logis
dari konsep bahwa wakaf adalah sedekah jariyah. Sebagai sedekah jariyah yang
pahalanya terus menerus mengalir sudah barang tentu barang yang diwkafkan
bersifat kekal atau bertahan lama. Namun demikian, mayoritas ahli ulamaIslam justru menekankan pada aspek
manfaatnya, bukan sifat fisiknya.[1]
B. Wakaf
Uang
Wakaf
uang (Cash wakaf / Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan
sesesorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
Termasuk kedalam pengertian uang tersebut adalah surat-surat berharga. Selain
itu, dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia dikemukakan rumusan definisi wakaf
sebagaiman pendapat rapat komisi fatwa majelis ulama indonesia pada tanggal 11
mei 2002, bahwa wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap
bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap
benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan
(hasilya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada.[2]
Seiring
perjalanan waktu, wakaf uang pun medapat legitimasi hukum. Setidaknya, berikut
ini dipaparkan sumber pijakan di bolehkannya wakaf uang. Sumber-sumber tersebut
terdiri dari ayat al-Qur’an dan hadits.
1.
Al-Qur’an
a. Ali
Imran: 92
لَنْ
تَنَا لُوْا الْبِرَّ حَتَّى تُنْففِقُوْا مِمَّاتُحِبُوْنَ وَمَا تُنْففِقُوْا
مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيْمٌ
Kamu sekali-kali
tidak sampai kepada kebajikan (yan sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian
harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya
Allah mengetahuinya.
b. Al-Baqarah:
261
مَثَلُ
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَض أمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ
سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَتٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللهُ يُضَا عِفُ لِمَنْ
يَشَاءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatganddakan (ganjaran) bagi siapa yang
dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Kedua ayat diatas termasuk
ayat-ayat global yang mendorong umat islam untuk menyisihkan sebagian rezekinya
untuk kepentingan umu. Ayat ini sering disitir untuk mendorong kaum muslimin
berinfaq dan bersedekah. Wakaf termasuk bagian dari rangkaian sedekah yang
justru sifatnya kekal. Dengan begitu, penggunaan kedua ayat sebagai dasar pijak
hukum dibolehkannya wakaf uang menemui relevansinya. Sebagai tambahan, kedua
ayat diatas termasuk landasan hukum bagi Majelis Ulama Indonesia untuk
membolehkan wakaf uang.
2.
Hadits
a.
Hadits Riwayat Ahmad
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ:
إذَا مَاتَ ابْنُ أدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَمِنْ ثَلاثٍ، صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ،
أوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ.
Apabila anak
Adam meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah,
ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya.
b.
Hadits Riwayat
al-Bukhari
عَنْ
ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ عُمَرَبْنَ الخَطَّابِ أَصَابَ أَرْضًا
بِخَيْبَرَ، فَأَتَى النَّبِى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيْهَا،
فَقَلَ: ياَرَسُوْلَ اللهِ، إنِّى أصَبْتُ أرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْأٌصِبْ مَالا قَطٌّ
أنْفَسُ عِنْدِى مِنْهُ، فَمَا تَأمُرُنِى بِهِ؟ قَلَ: إنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أصْلَهَا
فَتَصَدَّقْ بِهَا.
Diriwayatkan
dari Ibnu Umar r.a bahwa Umar bin al Khattab r.a meemperoleh tanah (kebun) di
Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi saw untuk meminta petunjuk mengenai anah
itu. Ia berkata, “wahai Rasulullah, saya memperoleh tanah di Khaibar yang belum
pernah saya peroleh harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah tersebut. Apa
perintah Engkau kepadaku mengenainya?” Nabi saw menjawab, “jika mau, kamu tahan
pokoknya da kamu sedekahkan hasilnya,”
Kedua
hadits diatas merupakan dasar umum disyariatkannya wakaf dan juga dipakai oleh
MUI dalam fatwa kebolehan wakaf uang. Hadits pertama mendorong manusia untuk
menyisihkan sebagian rezekinya sebagai tabungan akhirat dalam bentuk sedekah
jariyah. Uang merupakan sarana yang paling mudah untuk disedekahkan. Pada
hadits kedua, wakaf uang menjadikan hadits ini sebagai pijakan hukum karena
mengandung bahwa wakaf uang memiliki hakikat yang sama dengan wakaf tanah,
yakni harta pokoknya tetap dan hasilnya dapat dikeluarkan. Dengan mekanisme
wakaf uang yang telah ditentukan, pokok harta akan dijamin kelestariannya dan
hasil usaha atas penggunaan uang tersebut dapat dipakai untuk mendanai
kepentingan umat.[3]
C. Wakaf
Uang Dalam Tinjauan Fikih Islam
1. Rukun
Wakaf Uang
Pada dasarnya rukun
wakaf uang adalah sama dengan rukun wakaf tanah, yaitu:
a. Ada
orang yang berwakaf (wakif)
b. Ada
harta yang diwakafkan (mauquf)
c. Ada
tempat kemana diwakafkan harta itu/tujuan wakaf (mauquf ‘alaih) atau
peruntukan harta benda wakaf
d. Ada
akad/pernyataan wakaf (sighat) atau ikrar wakaf.
Dalam
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 terdapat tambahan unsur atau rukun wakaf,
yaitu:
a.
Ada orang yang menerima
harta yang diwakafkan dari wakif sebagai pengelola wakaf.
b.
Ada jangka waktu wakaf
(waktu tertentu).
2. Selain
rukun, wakaf uang juga harus memperhatikan beberapa hal sebagaimana dikemukakan
oleh Achmad Tohirin dalam seminar wakaf Tunai yang diselenggarakan oleh
pengurus harian Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia pada tanggal 13
September 2003 di Yogyakarta, yaitu:
a.
Metode penghimpunan
dana (fund rising), yaitu bagaimana wakaf tunai itu dimobilisasikan. Dalam hal
ini, sertifikat merupakan salah satu cara yang paling mudah yaitu dengan
menerbitkan sertifikat dengan nilai nominal yang berbeda-beda untuk kelompok
sasaran yang berbeda. Aspek inilah yang merupakan keunggulan wakaf uang
dibandingkan wakaf harta tetap lainnya, karena besarannya dapat menyesuaikan
kemampuan calon wakif.
b.
Pengelolaan dana yang
berhasil dihimpun. Orientasi dalam mengelola dana tersebut adalah bagaimana
pengelolaan tersebut mampu memberikan hasil yang semaksimal mungkin (income
generating orientation). Implikasinya adalah bahwa dana-dana tersebut meski
diinvestasikan pada usaha-usaha prodktif.
c.
Distribusi hasil yang
dapat diciptakan kepada para penerima manfaat (beneficiaris). Dalam
mendistribusikan hal ini perlu diperhatikan adalah tujuan/orientasi dari
distribusi tersebut, yang dapat berupa penyantunan (charity),
pemberdayaan (empowerment), investasi sumber daya insani (human
investment) maupun investasi infrastruktur (infrastructure investment).
Disamping itu, hasil yang diperoleh tersebut juga perlu sebagian proxy
tertentu dialokasikan untuk menambah besaran nilai awal wakaf uang dengan
pertimbangan pokok untuk mengantisipasi penurunan nilai wakaf uang dan
meningkatkan kapasitas modal awal tersebut.[4]
3. Manfaat
Wakaf Uang
Dibandingkan
dengan wakaf tanah dan benda lainnya, peruntukan wakaf uang jauh lebih
fleksibilitas (keluwesan) dan memiliki kemaslahatan lebih besar yang tidak
dimiliki oleh benda lainnya. Selain itu ada empat manfaat sekaligus keunggulan
wakaf uang dibandingkan dengan wakaf benda tetap lainnya, yaitu:
a.
Wakaf uang jumlahnya
bisa bervariasi, seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai
memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih
dahulu.
b.
Melalui wakaf uang,
aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan
pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian.
c.
Dana wakaf uang juga
bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan islam yang cash flow-nya
terkadang kembang-kempis dan menggaji civitas akademik alakadarnya.
d.
Pada giliranya, umat
islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkann dunia pendidikan tanpa harus
terlallu tergantung pada anggaran pendidikan negara yang memang semakin lama
terbatas.[5]
4. Tata
Cara dan Pengelolaan Wakaf Uang
Wakif
(pihak yang mewakafkan harta bendanya) dapat mewakafkan benda bergerak berupa
uang (wakaf uang), yang dilakukan melalui Lembaga keuangan Syariah (LKS) yang
ditunjuk oleh menteri yang bertnggung jawab dibidang agama sebagai Lembaga
Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU).
Wakaf
uang yang dapat diwakafkan tersebut harus mata uang rupiah. Namun bila masih
dalam mata uang asing, maka harus dikonversi dahulu kedalam rupiah. Wakif yang
akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk:
a.
Hadir di Lembaga
Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf
uangnya. (Apabila wakif tidak dapat hadir, maka wakif dapat
menujuk wakil atau kuasanya.)
b.
Menjelaskan kepemilikan
dan asal-usul uang yang akan diwakafkan dalam rangka untuk menjmin benda wakaf
berasal dari sumber halal, tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan
perundang-undangan. Misalnya menghindari praktik pencucian uang melalui wakaf.
c.
Menyetorkan secara
tunai sejumlah uang ke LKS-PWU
d.
Mengisi formulir
pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai Akta Ikrar Wakaf (AIW).
Wakaf uang ini dilaksanakan oleh
wakif dengan pernyataan kehendak (ikrar wakaf) wakif yang dilakukan secara
tertulis kepada nadzir (orang yang diseahi tugas memelihara dan mengurus
wakaf) dihadapan Pejabat Pembuat Akta Wakaf (PPAIW) yang selanjutnya nazhir
menyerahkan AIW tersebut kepada LKS-PWU. Apbila ikrar wakaf sudah dilaksanakan
oleh wakif, kepadanya diberikan Sertifikat Wakaf Uang (SWU) yang diterbitkan
dan disampaikanoleh LKS-PWU bersangkutan kepada wakif dan nadzir sebagai bukti
penyerahan harta benda wakaf. Penempatan uang wakaf melalui LKS-PWU dimaksudkan
sebagai titipan (wadi’ah). Nadzir dapat mengelolanya dengan memperhatikan
kehendak wakif serta rekomendasi manager investasi (bila ada).
Adapun keterangan-keterangan yang
wajib dimuat dalam sertifikat wakaf uang sekurang-kurangnya memuat mengenai:
a.
Nama LKS penerima wakaf
uang
b.
Nama wakif
c.
Alamat wakif
d.
Jumlah wakaf uang,
yaitu nilai nominal wakaf uang yang harus dicantumkan dalam sertifikat wakaf
uang dan disesuaikan dengan jumlah minimum yang berlaku pada LKS-PWU
bersangkutan
e.
Peruntukan wakaf
f.
Jangka waktu wakaf,
yaitu untuk waktu terbatas (muaqqat) atau tidak terbatas (muabbad). Dalam hal
wakif berkehendak melakukan perbuatan hukum wakaf uang untuk jangka waktu
tertentu, maka pada saat jangka waktu tersebut berakhir, maka nadzir wajib
mengembalikan jumlah pokok wakaf uang kepada wakif atau ahli waris/penerus
haknya melalui LKS/PWU.
g.
Nama nadzir yang
dipilih
h.
Alamat nadzir yang
dipilih
i.
Tempat dan tanggal
ppeneritan Sertifikat Wakaf Uang
Selanjutnya LKS-PWU bersangkutan
atas nama nadzir mendaftarkan wakaf uang tersebut kepada menteri yang
bertanggungjawab di bidang agama selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak
diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang. Pendaftaran wakaf uang dari LKS-PWU
dimaksud ditembuskan kepada BWI untuk diadministrasikan.
Pada wakaf uang, dana wakaf yang
diperoleh dari wakif akan dikelola oleh nadzir yang dalam ini bertindak sebagai
manajemen investasi. Para wakif tersebut mensyaratkan kemana alokasi
pendistribusian keuntungan investasi wakaf nantinya. Kemudian dana wakaf
tersebut dikelola dan di investasikan sebagian pada instrumen keuangan syariah,
sebagian lagi diinvestasikan langsung ke berbagai badan usaha yang bergerak
sesuai syariah, dapat juga diinvestasikan untuk mendanai pendirian badan usaha
baru. Portofolio investasi lainnya adalah menyalurkan dana melalui kredit mikro
ke sektor-sektor yang mampu mengurangi pengangguran dan menciptakan calon-calon
wirausaha baru.
Keuntungan dari investasi diatas
siap didistribusikan kepada rakyat miskin melalui pengadaan dana kesehatan,
pendidikan, rehabilitasi keluarga, bantuan untuk bencana alam, perbaikan
infrastruktur dan sebagainya yang presentasenya sesuai dengan permintaan wakif.
Adapun uang pokoknya akan diinvestasikan terus menerus sehingga umat memiliki
dana yang slalu ada dan insyaallah bertambah terus seiring dengan bertambahnya
jumlah wakif yang beramal.[6]
D. Wakaf
Uang Dalam PerUndang-Undangan di Indonesia
Wakaf
uang bagi umat islam tergolong baru. Hal ini bisa di cermati dengan lahitnya
fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang wakaf uang yang ditetapkan tanggal 11 Mei
2002. Undang-undang nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf sendiri juga baru
disahkan oleh presiden pada tanggal 27 Oktober 2004. Undang-undang ini mrupakan
tonggak sejarah baru bagi pengelolaan wakaf setelah sebelumnya wakaf diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dan Kompilasi Hukum Islam.
Secara
terperinci, obyek wakaf yang menjadi induk dari wakaf uang dalam Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 dijelaskan bahwa harta benda wakaf hanya dapat di wakafkan
apabila dimiliki dan dikuasai oleh wakif secara sah (pasal 15). Harta benda
wakaf terdiri atas benda tidak bergerak dan benda bergerak. Benda bergerak
adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi: 1) Uang;
2)Logam Mulia; 3)Surat Berharga; 4)Kendaraan; 5)Hak atas Kekayaan Intelektual;
6)Hak Sewa; dan 7)Benda Bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 16).
Adapun
benda bergerak berupa uang dijelaskan dalam pasal 22 dan 23 Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 tentang wakaf uang sebagai berikut:
1.
Wakaf uang yang dapat
diwakafkan adalah mata uang rupiah.
2.
Dalam hal uang yang
akan diwakafkan masih dalam mata uang asing, maka harus dikonversi terlebih
dahulu kedalam rupiah.
3.
Wakif yang akan
mewakafkan uangnya diwajibkan untuk:
a.
Hadir di Lembaga
Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf
uangnya.
b.
Menjelaskan kepemilikan
dan asal-usul uang yang akan diwakafkan
c.
Menyetorkan secara
tunai sejumlah uang ke LKS-PWU
d.
Mengisi formulir
pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai Akta Ikrar Wakaf (AIW).
Kemudian, pasal 23 menjelaskan
menjelaskan bahwa Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui LKS
yang ditunjuk oleh Menteri Agama sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU).
Hingga saat ini, ada 5 LKS-PWU yang diresmikan oleh Menteri Agama seiring
dengan lahirnya Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 2009, yakni Bank
Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah, Bank DKI Syariah dan Bank
Mega Syariah.
Secara teknis, wakaf uang telah
diatur prosedur administrasinya. Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 2009
tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang telah ditandatangani pada tanggal
29 Juli 2009. Peraturan tersebut terdiri dari 15 pasal. Beberapa pasal penting
yang terkait dengan pembahasan tulisan ini antara lain adalah pasal 1 sampai
pasal 4.
Pasal 1 menjelaskan ketentuan umum.
Dalam hal ini istilah penting yang perlu didefinisikan adalah wakaf uang,
LKS-PWU, dan Sertifikat Wakaf Uang. Wakaf Uang adalah perbuatan hukum wakif
untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian uang miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Lembaga Keangan
Syariah – Penerima Uang Wakaf adalah badan hukum Indonesia yang bergerak
dibidang keuangan syariah yang ditetapkan oleh Menteri Agama sebagai lembaga
keuangan syariah penerima wakaf uang. Adapun Sertifikat wakaf Uang adalah surat
bukti yang diterbitkan LKS-PWU kepada wakif dan nazhir tentang penyerahan wakaf
uang.
Pasal 2 dan 3 menjelaskan tentang
Ikrar Wakaf. Ikrar Wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada nazhir dihadaan pejabat
LKS-PWU atau notaris dengan disaksikan oleh dua orang saksi. Ikrar wakaf
tersebut dilakukan setelah wakif menyetor wakaf uang kepada LKS-PWU. LKS-PWU
wajib menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang setelah nazhir menyerahkan Akta Ikrar
Wakaf (AIW).
Pasal 4 menerangkan tentang
prosedur pendaftaran. LKS-PWU atas nama nazhir mendaftarkan wakaf uang kepada
menteri melalui kantor Kementerian Agama kabupaten/kota selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya SWU dengan tembusan kepada BWI
setempat. Apabila tidak terdapat kantor perwakilan BWI, tembusan disampaikan
kepada BWI pusat.[7]
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Pandangan Ulama Tentang
Wakaf Benda Bergerak
Mazhab
Hanafiyah Berpendapat bahwa pada dasarnya benda yang diwakafkan adalah benda
tidak bergerak, Ulama Pengikut Mazhab Maliki
Mereka berpendapat boleh mewakafkan benda bergerak dengan
syarat dapat dimanfaatkan untuk selamanya atatu dalam jangka waktu tertentu,
Mazhab Syafi'i membolehkan wakaf berupa benda bergerak apapun dengan syarat
barang yang diwakafkan haruslah benda yang kekal manfaatnya, baik berupa benda
bergerak maupun benda tidak bergerak. Sedangkan Mazhab Hambali menyatakan boleh
mewakafkan harta.
2.
Wakaf Uang
Wakaf uang (Cash
wakaf / Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan sesesorang, kelompok
orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
3.
Wakaf Uang Dalam
Tinjauan Fikih Islam
Rukun Wakaf Uang:
a. Ada
orang yang berwakaf (wakif)
b. Ada
harta yang diwakafkan (mauquf)
c. Ada
tempat kemana diwakafkan harta itu/tujuan wakaf (mauquf ‘alaih) atau
peruntukan harta benda wakaf
d. Ada
akad/pernyataan wakaf (sighat) atau ikrar wakaf.
4.
Wakaf Uang Dalam
PerUndang-Undangan di Indonesia
Wakaf uang bagi umat
islam tergolong baru. Hal ini bisa di cermati dengan lahitnya fatwa Majelis
Ulama Indonesia tentang wakaf uang yang ditetapkan tanggal 11 Mei 2002.
Undang-undang nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf sendiri juga baru disahkan oleh
presiden pada tanggal 27 Oktober 2004. Undang-undang ini mrupakan tonggak
sejarah baru bagi pengelolaan wakaf setelah sebelumnya wakaf diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dan Kompilasi Hukum Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Kabisi, Muhammad
Abid Abdillah. 2003. Hukum Wakaf, (Jakarta: Iman
Press)
Hasan,Sudirman.2011.Wakaf Uang
Perspektif Fikih, Hukum Positif, & Manajemen, (Malang: UIN-Maliki
Press).
[2] Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan Di Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2009), hlm.106.
[3] Sudirman Hasan, Wakaf Uang Perspektif Fikih, Hukum Positif, &
Manajemen, (Malang: UIN-Maliki Press, 2011), hlm.25-27.
[4] Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan Di Indonesia, hlm. 113.
[6] Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan Di Indonesia, hlm.115-117.
[7] Sudirman Hasan, Wakaf Uang Perspektif Fikih, Hukum Positif, &
Manajemen, hlm.31-34.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar