Senin, 16 Januari 2017

Makalah Pedoman Bisnis Dalam Islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Islam adalah sebagai salah satu jalan hidup untuk membangun model perilaku bagi manusia dalam semua aspek kehidupannya, salah satunya yaitu iman dan moral. Islam merupakan agama yang dipresentasikan oleh Al-Quran yang tidak akan pernah berubah. Dalam hal ini islam juga mengatur manusia dalam hal berbisnis yaitu melakukan kegiatan ekonomi yang memerlukan landasan hukum guna menjaga keteraturan hidup bermasyarakat.
Sumber hukum yang diakui sebagai landasan hukum dalam bisnis islam yaitu terdiri dari Al-Quran, Hadits. Seperti misalnya mengatur  mengenai perdagangan, riba, kewajiban untuk bekerja keras. Selain itu juga mengatur mengenai aturan kinerja dalam berbisnis.
Dalam QS. Ar Rad (13):11, Allah berfirman yang artinya : sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaannya yang ada pada diri mereka sendiri. ini artinya Allah menganjurkan manusia untuk senantiasa bekerja demi kelangsungan hidupnya.

B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana bentuk pedoman berbisnis dalam Islam?
2.      Bagaimana Islam memandang tentang bisnis Islam?
3.      Bagaimana berbisnis dalam model syariah?
4.      Bagaimana prinsip-prinsip dan kunci sukses dalam berbisnis secara baik?
C.  Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui dan memahami mengenai pedoman bisnis dalam Islam
2.      Untuk mengetahui dan memahami tentang pemahaman Islam terhadap bisnis
3.      Untuk mengetahui dan memahami model berbisnis dalam syariah
4.      Untuk mengetahui dan memahami prinsip-prinsip dan kunci sukses dalam berbisnis secara baik
BAB II
PEMBAHASAN

Pedoman Bisnis dalam Islam
A.    Pengertian Pedoman Bisnis dalam Islam
       Secara umum pedoman Islam tentang masalah kerja tidak membolehkan pengikut-pengikutnya untuk bekerja mencari uang sesuka hatinya dan dengan jalan yang tidak baik, seperti penipuan, kecurangan, sumpah palsu dan perbuatan batil lainnya. Tetapi, Islam memberikan kepada mereka suatu garis pemisah antara yang boleh dan tidak boleh dalam memcari perbekalan hidup, dengan menitikkan beratkan juga kepada masalah kemaslahatan umum, seperti suka sama suka, sehingga tidak ada pihak yang nerasa dirugikan dan dizalimi dalam transaksi tersebut. Semua jalan yang saling mendatangkan manfaat antara individu-individu dengan saling rela-merelakan dan adil adalah dibenarkan. Prinsip ini telah ditegaskan Allah dalam firman-Nya Surah An-Nisa ayat 29:
Artinya:
 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(QS. An-Nisa;29)
       Ayat ini memberikan syarat, bahwa boleh dilangsungkannya perdagangan dengan dua hal: perdagangan itu harus dilakukan atas dasar saling rela antara dua belah pihak. Tidak boleh bermanfaat untuk satu pihak dengan merugikan pihak lain; tidak boleh saling merugikan, baik untuk sendiri maupun untuk orang lain. Ayat ini pun memberikan pengertian, bahwa setiap orang tidak boleh merugikan orang lain demi kepentingan diri sendiri (vested interest). Sebab, hal ini seolah-olah menghisap darahnya dan membuka jalan kehancuran untuk dirinya sendiri, mialnya mencuri, menyuap, berjudi, menipu, mengaburkan, mengelabui, riba, atau pekerjaan lain yang diperoleh dengan jalan tidak benarkan. Tetapi apabila sebagian itu diperoleh atas dasar saling suka sama suka, maka syarat yang terpenting adalahjangan kamu membunuh diri kamu. Dengan memahami ayat-ayat tersebut, maka ada bentuk-bentuk transaksi yang dapat dikategorikan terlarang, yaitu sebagai berikut:[1]
1.      Tidak jelasnya takaran dan spesifikasi barang yang dijual.
2.      Tidak jelas bentuk jalannya.
3.      Informasi yang diterima tidak jelas, sehingga pembentukan harga tidak berjalan dnegan mekanisme yang sehat.
4.      Penjual dan pembeli tidak hadir dipasar, sehingga perdagangan tidak berdasarkan harga pasar.
Model-model transaksi diatas hendaknya menjadi perhatian serius dari pelaku pasar muslim. Penegakan nilai-nilai moral dalam kehidupan perdagangan dipasar harus disadari secara personal oleh setiap pelaku pasar. Artinya, nilai-nilai moralitas merupakan nilai yang sudah tertanam dalam diri para pelaku pasar, karena ini merupakan refleksi dari keimanan kepada Allah. Dengan demikian, seseorang boleh saja berdagangdengan tujuan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi (dalam Islam) bukan sekadar mencari besarnya keuntungan melainkan dicari juga keberkahan.[2]


Umat Islam memiliki landasan yang jelas dan pasti yaitu Al-Quran dan Hadis.
a.       AL-QUR`AN
     Al-qur`an adalah kallam Allah, merupakan mu`jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada nabi Muhammad SAW yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah.

 Ayat Al Qur`an tentang pedagangan
Allah tidak akan menurunkan rezeki kepada manusia kecuali manusia berusaha untuk mendapatkannya. Dan telah ditentukan waktu bagi manusia untuk bekerja dan beristirhat, yang disesuaikan dengan kemampuan manusia.
sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaannya yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ar-Ra`d (13):1).
b.      HADITS
Al-Hadits adalah berita yang berasal dari nabi. Boleh jadi berita itu berwujud perkataan (qauliyah), perbuatan (fi`liyah), dan pengakuan atau persetujuan terhadap perkataan orang lain (taqrir). Sedangkan sunnah adalah perilaku Rosululloh yang berdimensi hukum, dengan demikian dalam kapasitasnya sebagai rasul.
a.)            Hadits tentang Bekerja Keras
Bekerja keras merupakan jalan bagi manusia untuk mendapatkan berkah dari Allah, maka dengan bekerja kedudukan manusia dihadapan allah bisa terangkat bila manusia dalam bekerja dengan penuh ketekunan, keikhlasan, dan kejujuran.
Sesungguhnya Allah mencintai salah seorang diantara kamu yang melakukan suatu pekerjaan dengan baik (ketekunan) (HR. Baihaqi).
Sebaik-baik usaha adalah usaha seorang pekerja yang dilakukan secara tulus (HR. Ahmad Bin Hambal.
b.)           Hadits tentang Perdagangan.
Rosululloh SAW. Menganjurkan umatnya untuk memperhatikan sikapnya dalam berdagang.
Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya termasuk dalam golongan para nabi, orang-orang yang benar-benar tulus  dan para syuhada` (HR. Tarmizi, Darimi, dan Daraqutni)
Seseorang pedagang yang tulus (yakni selalu mengutamakan kebenaran dalam ucapan dan tindakannya) akan di bangkitkan kelak pada hari kiamat dalam kelompok para sidiqin dan syuhada`. (HR. Tirmidzi dan Hakim).[3]
Seseorang yang dalam usahanya mencapai tujuan akhir tidak menyimpang dari batasan kabaikan maka ia akan menemukan kabahagiaan tertinggi, oleh karena itu apabila terjadi penyimpangan dalam mencapai tujuan akhir itu, maka yang didapat hanyalah penderitaan, baik yang dirasakan sendiri maupun pihak lain, baik secara langsung maupun tidak.
Kebaikan yang sejati yang sesuai Al-Quran dan hadis merupakan kebahagiaan yang menyeluruh dan tidak membawa penderitaan. Mungkin usaha perbuatan yang dilakukannya didunia merupakan penderitaan tetapi itu hanya sementara, akan tetapi membawa kebahagiaan tertinggi sebagaimana dicita-citakan setiap manusia, seperti tindakan pengorbanan, berpuasa, belajar dengan tekun, bekerja kerasuntuk mencari rezeki yang halal, jujur, disiplin, dan sebagainya. Dalam redaksi yang lugas kita temukan perintah Allah dalam Surah al-Qasash ayat 77:
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qasash:77)
Ayat ini sangat jelas menjelaskan bahwa Islam menjunjung tinggi nilai keseimbangan antara dunia dan akhirat, dan melarang untuk melalaikan salah satu diantaranya.[4]
B.     Al-Qur`an Tidak Pernah Berubah
       Islam merupakan agama yang dipresentasikan oleh Al-Qur`an, yang tidak akan pernah berubah. Ketika aturan islam tampak tidak dapat diaplikasikan pada situasi sekarang ini, maka orang yang sangat memahami islam harus memikirkan secara mendalam interpretasi saat ini atas ayat-ayat ilmiah dan mengulas interpretasinya dalam hukum-hukum islam.
       Namun demikian, dalam hal hukum (aturan) bisnis, yang mana seseorang membuat peraturan, posibilitas membuat satu peraturan salah atau tidak dapat diaplikasikan ada. Pembuat peraturan bisnis harus mengakui posibilitas kemungkinan salah dalam setting peraturan.
       Dalam masalah deviasi kinerja aktual dari kinerja yang diharapkan, pembuat peraturan bisnis hendaknya memikirkan posibilitas perubahan peraturan untuk menyesuaikan dengan situasi yang ada.
       Islam mendorong manusia untuk melibatkan diri dan saling konsultasi. Dalam kenyataan Allah berfirman bahwa masalah muslim hendaknya merupakan subyek konsultasi. Konsultasi mempertinggi proses pembuatan keputusan dan meminimalisir posibiltas salah penilaian. Tidak seperti hukum islam, yang tidak dapat berubah, meskipun interpretasinya harus terus diulas.
       Motivasi pelaku merupakan tindakan korektif lain yang hendaknya dilakukan manajer bisnis. Allah memotivasi manusia secara individual. Terdapat beberapa janji dalam Al-Quran yang mana muslim mempertimbangkan motivasi yang tepat untuk mengikuti hukum Allah.
       Dalam lingkungan bisnis, manajer hendaknya mengusahakan efisiensi kinerja melalui program motivasi yang tepat. Hal ini mungkin saja dengan menggunakan dasar individu maupun kelompok.[5]
C.     Berbisnis dengan Model Syariah
Landasan syariah adalah kebijaksanaan dan kebahagiaaan manusia di dunia dan di akhirat. Kesejahteraan ini terletak pada keadilan, kasih saying, kesejahteraan dan kebijaksanaan. Sementara apapun yang bergeser dari keadilan, menjadi ketidak adilan, kasih sayang menjadi penindasan, kesejahteraan menjadi kesengsaraan, dan kebijaksanaan menjadi kebodohan, tidak ada sangkut pautnya dengan syariah. Tujuan syariah yang paling benar adalah memajukan kesejahteraan manusi yang terletak pada jaminan atas keyakinan, intelektual, harta dan masa depannya.
 Ekomomi islam berpijak pada landasan hukum yang pasti yang mempunyai manfaat untuk mengatur masalah kemasarakatan, sehingga hukum harus mampu menjawab segenap masalah manusia, baik masalah yang besar sampai masalah yang belum dianggap masalah. Hukum digunakan untuk mengelola kehidupan manusia dari berbagai sektor ekonomi, sosial, politik dan budaya yang didasarkan atas kemaslahatan.[6]


Dalam QS. Al-Mulk ayat 15 dijelaskan mengenai bahwa kita dianjurkan untuk berusaha mencari harta kekayaan:
Artinya: Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS. Al-Mulk:15)
Bisnis yang dibangun dengan standar bisnis syariah Allah yaitu bisa dengan cara: buat patok baku dalam membangun bisnis dengan Orieantasi Keberkahan Allah, riilnya:
a.       Niatkan dengan ikhlas dalam membangun bisnis semata untuk mencari ridha Allah
b.      Nyatakan dalam sujud, doa bahwa apa yang dapat dikerjakan setiap harinya semata karena kemampuan Allah SWT
c.       Perbanyak syukur, dengan membaca hamdallah, lanjutkan banyak membaca istigfar (pembuka gembok-gembok pengunci, panjer rezeki, pembuka keberuntungan, mendamaikan hati dan menghilangkan kerusakan dosa)[7]

Keberkahan usaha merupakan kemantapan dari usaha itu untuk memperoleh keuntungan yang wajar dan diridhai oleh Allah swt. Untuk memperoleh keberkahan dalam jual beli, Islam mengajarkan prinsip-prinsip moral, sebagai berikut:
a.    Jujur dalam menakar dan menimbang.
b.   Menjual barang yang halal.
c.    Menjual barang yang baik mutunya.
d.   Tidak menyembunyikan cacat barang.
e.    Tidak melakukan sumpah palsu.
f.    Longgar dan murah hati.
g.   Tidak menyaingi penjual lain.
h.   Tidak melakukan riba.
i.     Mengeluarkan zakat bila telah sampai nisab dan haulnya.

Dan juga dalam kunci membangun bisnis syariah yaitu:
1.      Mudghah           : Kebeningan hati
2.      Fathonah            : Cerdas, kreatif dan inovatif
3.      Al-Ikhsan           : Terbaik
4.      Al-Itqan             : Profesional
5.      Shiddiq              : Benar dan jujur
6.      Amanah             : Menepati janji
7.      Tabligh               : Komunikatif[8]

Prinsip-prinsip tersebut diajarkan Islam untuk diterapkan dalam dunia perdagangan agar memperoleh keberkahan usaha. Dalam Islam, pasar merupakan wahana transaksi ekonomi yang ideal, karena secara teoretis maupun praktis, Islam menciptakan suatu keadaan pasar yang dibingkai oleh nilai-nilai syariat, meskipun tetap dalam suasana bersaing. Artinya, konsep pasar dalam Islam adalah pasar yang ditumbuhi nilai-nilai syariat seperti keadailan, keterbukaan, kejujuran, dan persaingan sehat yang merupakan nilai-nilai universal, bukan hanya untuk muslim tetapi juga nonmuslim.
Islam mengajarkan bahwa tidak semua barang dan jasa dapat dikonsumsi dan diproduksi. Seorang muslim hanya diperkenankan mengkonsumsi dan memproduksi barang yang baik dan halal, sehingga barang yang haram harus ditinggalkan.
Barang yang haram untuk dikonsumsi dan diproduksi seperti berbisnis dalam berdagang khamr, minuman keras lainnya, narkotik, daging babi, perkakas yang diharamkan seperti berhala dan patung-patung, serta bahan makanan yang membahayakan.[9]
Norma khas ini tentu saja harus diimplementasikan dalam kehidupan di pasar. Selain itu, Islam juga sangat memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat umum dan berlaku secara universal seperti persaingan sehat, kejujuran, keterbukaan, dan keadilan. Keterikatan seorang muslim dengan norma-norma ini akan menjadi sistem pengendali yang bersifat otomatis bagi pelakunya dalam aktivitas pasar. Denagn mengacu kepada Al Quran dan praktek kehidupan pasar pada masa Rasulullah dan para sahabatnya, Ibn Taimiyyah menyatakan, bahwa ciri khas kehidupan pasar yang Islami adalah sebagai berikut:
a.       Orang harus bebas untuk keluar dan masuk pasar. Mamaksa orang untuk menjual barang dagangan tanpa ada kewajiban untuk menjual merupakan tindakan yang tidak adil dan ketidakadilan itu dilarang.
b.      Adanya informasi yang cukup mengenai kekuatan-kekuatan pasar dan barang-barang dagangan.
c.       Unsur-unsur monopolistik harus dilenyapkan dari pasar.
d.      Adanya kenaikan dan penurunan harga yang disebabkan naik turunnya tingkat permintaan dan penawaran.
e.       Adanya homogenitas dan standardisasi produk agar terhindar dari pemalsuan produk, penipuan, dan kecurangan kualitas barang.
f.       Terhindar dari penyimpangan terhadap kebebasan ekonomi yang jujur, seperti sumpah palsu, kecurangan dalam menakar, menimbang, mengukur, dan niat yang buruk dalam perdagangan
Dengan memperhatikan kriteria pasar islami tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pasar islami itu dibangun atas dasar terjaminnya persaingan sehat yang dibingkai dalam nilai dan moralitas Islam. Oleh karena itu, konsepsi kebebasan dalam Islam lebih mengarah kepada kerjasama, bukan persaingan apalagi saling mematikan usaha antara satu dengan yang lain. Kalaupun ada persaingan dalam usaha maka itu berarti persaingan dalam hal berbuat kebaikan. Inilah yang disebut dalam Al Quran dengan fastabiq al-khayrat (berlomba-lomba dalam kebajikan). Dengan demikian, kerjasama atau berlomba-lomba melakukan kebajikan mendapat perhatian serius dalam ajaran Islam.[10]




BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Secara umum pedoman Islam tentang masalah kerja tidak membolehkan pengikut-pengikutnya untuk bekerja mencari uang sesuka hatinya dan dengan jalan yang tidak baik, seperti penipuan, kecurangan, sumpah palsu dan perbuatan batil lainnya.
Landasan syariah adalah kebijaksanaan dan kebahagiaaan manusia di dunia dan di akhirat. Kesejahteraan ini terletak pada keadilan, kasih saying, kesejahteraan dan kebijaksanaan.
Islam mengajarkan prinsip-prinsip moral, sebagai berikut:
·           Jujur dalam menakar dan menimbang.
·           Menjual barang yang halal.
·           Menjual barang yang baik mutunya.
·           Tidak menyembunyikan cacat barang.
·           Tidak melakukan sumpah palsu.
·           Longgar dan murah hati.
·           Tidak menyaingi penjual lain.
·           Tidak melakukan riba.
·           Mengeluarkan zakat bila telah sampai nisab dan haulnya.
Dan juga dalam kunci membangun bisnis syariah yaitu:
Ø  Mudghah         : Kebeningan hati
Ø  Fathonah         : Cerdas, kreatif dan inovatif
Ø  Al-Ikhsan        : Terbaik
Ø  Al-Itqan          : Profesional
Ø  Shiddiq           : Benar dan jujur
Ø  Amanah           : Menepati janji
Ø  Tabligh            : Komunikatif



B.  Saran
Demikianlah penyusunan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Dalam penulisan ini kami sadari masih banyak kekurangan, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah ini.



























[1] Veithsal Rivai, dkk, Islamic Business and Economic Ethics, (Jakarta: PT Bumi Aksara,2012), hlm.26-27
[2] Ibid, hlm.28
[3] Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, 2002), hlm.26
[4] Ali Hasan, Manajemen Syari’ah Kaya dI Dunia Terhormat di Akhirat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009), hlm.16
[5] Taha Jabir Al- Alwani, Bisnis Islam. (Yogyakarta: AK Group, 2005), hlm.178.
[6] Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, 2002), hal 25.

[7] Ali Hasan, Manajemen Syari’ah Kaya dI Dunia Terhormat di Akhirat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009), hlm.6-8
[8] Ali Hasan, Manajemen Syari’ah Kaya dI Dunia Terhormat di Akhirat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009), hlm.257
[9] Yusuf Qardhawi, Masyarakat Berbasis Syariat Islam, (Solo: Era Intermedia,2003), hlm.96
[10] Veithsal Rivai, dkk, Islamic Business and Economic Ethics, (Jakarta: PT Bumi Aksara,2012), hlm.29-30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar